MOST RECENT

Pancasila Belok Kanan, Kiri, lalu Mati


Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KHA Hasyim Muzadi menegaskan, Pancasila merupakan ideologi yang diakui dunia, tetapi praktiknya pernah dibelokkan ke kiri, kanan, lalu tidak berbelok ke mana-mana atau mati.    
"Di era Orde lama, Pancasila keok karena terlalu ke kiri, lalu di era Orde baru justru terlalu ke kanan, dan di era Orde Reformasi justru jalan di tempat karena tidak berbelok ke mana-mana atau mati," katanya dalam seminar nasional di gedung Pengurus Wilayah NU Jawa Timur, Sabtu (18/6/2011).      
Hasyim mengemukakan hal itu saat menjadi pembicara seminar bertajuk "Reaktualisasi Ideologi Pancasila" yang diselenggarakan PW NU Jatim untuk memperingati hari lahir (Harlah) ke-88 NU pada 16 Rajab 1432 Hijriah dengan pembicara, antara lain, Prof Dr H Suko Wijono MA dari Laboratorium Pancasila Malang.      
Menurut mantan Ketua Umum PB NU itu, Pancasila di Orde Reformasi justru disalahkan karena dianggap sebagai biang kesalahan yang ada, dan Pancasila dianggap tidak mampu memberikan jawaban sama sekali.      
"Padahal, apa yang terjadi itu akibat dari kita yang tidak manut (patuh) kepada Pancasila sehingga terjadi keuangan yang mahakuasa, kemanusiaan yang tidak beradab, persatuan yang tidak ada lagi, kepemimpinan yang jalan sendiri tanpa peduli nasib rakyat, serta keadilan sosial, ekonomi, dan hukum yang mirip jauh panggang dari api," katanya.      
Pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Hikam di Malang dan Depok itu mengatakan, banyak ulama besar di dunia mengakui kebenaran ulama Indonesia memilih konsep "negara-bangsa" dengan Pancasila sebagai dasar negara. "Banyak ulama besar di dunia yang membenarkan ulama Indonesia dalam memilih konsep negara bangsa karena kalau di suatu negara itu ada lebih dari satu agama, maka konsep yang benar adalah 'Dzimmiatul Islam'. Jadi, NU lebih maju dari orang lain, bahkan di dunia," katanya.   
Hasyim menilai, Pancasila merupakan ideologi pemersatu dan pembeda. Pancasila merupakan pemersatu bagi negara dengan multiagama, sedangkan Pancasila sebagai pembeda merupakan ideologi yang tidak sekuler dan tidak agamis.
"Pancasila yang tidak memilih negara sekuler dan negara agama, melainkan negara bangsa, itu bukan berarti meniadakan agama, tetapi agama yang diadopsi bukanlah tekstual, melainkan nilai-nilai agama. Misalnya, Undang-Undang Antikorupsi itu sangat agamis," katanya.      
Terbukti, pilihan para ulama Indonesia dari kalangan NU tersebut mampu menjaga kerukunan dalam kemajemukan, dan NU sendiri mampu menjadi "jangkar" bagi keberagamaan yang terlalu tekstual, baik terlalu tekstual ke Islam maupun terlalu tekstual ke komunis/liberal.      
"Itu beda dengan negara agama, tetapi akhirnya tidak menerapkan nilai-nilai agama, seperti negara Islam, tetapi warganya justru menyetrika tenaga kerja wanita dari Indonesia," katanya.      
Senada dengan itu, Wakil Kepala Laboratorium Pancasila dari Universitas Negeri Malang (UM) Prof Dr H Suko Wijono MA mengakui bahwa NU memang merupakan rujukan tentang Pancasila karena tokoh NU, KH Wahid Hasyim, merupakan salah satu panitia perumusan dasar negara.      
"Tetapi, era Orde Reformasi membuat orang menghindari Pancasila karena Pancasila dianggap berbau Orde Baru, namun untuk masa sekarang semangat reaktualisasi Pancasila mengalami kendala globalisasi, yakni kapitalisme, liberalisme, dan radikalisme," katanya.    
Ia mencontohkan, kapitalisme telah membuat televisi menjadi sangat memengaruhi kehidupan, bahkan 90 persen kerusakan moral remaja di kota-kota besar akibat televisi.      
"Kapitalisme membuat pemilik televisi hanya mementingkan pasar, mementingkan iklan, mementingkan pemilik media, tetapi mereka mengabaikan publik, atau bahkan mengorbankan masyarakat, dan karena itu perlu reaktualisasi. Untuk itu, jangan membantu Pesantren Al-Zaytun, tetapi bantu pesantren NU untuk membudayakan Pancasila," katanya. 

Narasumber : Kompas.com

09.34 | Posted in , | Read More »

Aktivis Perempuan: Lelaki Boleh Punya Budak Seks


Seorang politikus perempuan Kuwait dihujani kecaman karena mengusulkan agar perbudakan seks dilegalkan agar kaum lelaki Kuwait tidak berzina. Dengan memiliki budak seks, mereka terhindar dari godaan perempuan yang bukan istrinya.
"Di sana pasti banyak tawanan perempuan Rusia. Jadi pergilah ke sana, beli mereka lalu jual di Kuwait. Itu lebih baik ketimbang melihat kaum lelaki kita menjalin hubungan seksual terlarang."
Salwa al Mutairi, aktivis sosial yang pernah mencalonkan diri sebagai anggota parlemen, menyarankan budak seks bisa diambil dari tahanan perempuan dari negara-negara yang terlibat perang.
Menurut dia, "berbelanja" tawanan perang bisa dilakukan di Chechnya. "Di sana pasti banyak tawanan perempuan Rusia. Jadi pergilah ke sana, beli mereka lalu jual di Kuwait. Itu lebih baik ketimbang melihat kaum lelaki kita menjalin hubungan seksual terlarang," ujarnya.
Soal tawanan perang ini, Mutairi mengajukan argumen. Dengan menjadi budak seks pria Kuwait, katanya, perempuan-perempuan itu mendapat kehidupan yang lebih baik dan "terhindar dari kelaparan".
"Menurut saya, tidak ada masalah dengan hal itu. Sama sekali tidak ada masalah," tuturnya.
"Itu bukan hal memalukan dan bahkan tidak haram," ujarnya dalam sebuah video yang bisa ditonton lewat situs Youtube.
Mutairi memberi contoh Haroun al-Rasyid, pemimpin  wilayah yang meliputi Iran, Irak, dan Suriah pada abad ke-8 yang disebutnya memilki 2.000 selir.
Dia juga menyarankan dibentuknya kantor-kantor perdagangan seks yang dikelola seperti agen-agen penyedia pembantu rumah tangga. Menurut dia, budak seks itu minimal harus berusia 15 tahun.
Dia mengatakan, untuk pernikahan dengan seorang perempuan bebas diperlukan sebuah kontrak. Namun, dengan para budak seks, "lelaki hanya perlu membelinya."
Usulan Mutairi itu tentu saja memicu kemarahan warga Kuwait dan beberapa negara Arab lain. "Saya ingin tahu perasaan Salwa al Mutairi jika Kuwait diduduki tentara Irak lalu dia dijual menjadi budak seks seperti yang dia menawarkan perempuan Chechnya," dari Tweet Mona Eltahawy.
Tweet lain, dari Shireen Qudosi, bersuara lebih keras. Katanya, "Anda memalukan kaum perempuan di mana pun."

Narasumber : Compas.com

09.28 | Posted in , | Read More »

Mengenal Sejarah Karawang

 
Kabupaten Karawang, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibukotanya adalah Karawang. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Bogor di barat, Laut Jawa di utara, Kabupaten Subang di timur, Kabupaten Purwakarta di tenggara, serta Kabupaten Cianjur di selatan.

Topografi. Sebagian besar wilayah Kabupaten Karawang adalah dataran rendah, dan di sebagian di wilayah selatan berupa dataran tinggi.

Demografi. Penduduk umumnya adalah suku Sunda yang menggunakan Bahasa Sunda, tetapi di Karawang terdapat beberapa bahasa dan budaya diantaranya budaya dan bahasa Betawi di daerah utara Karawang tepatnya sebagian Kecamatan Batujaya dan Kecamatan Pakisjaya serta bahasa Jawa Cirebonan di jalur Utara Kecamatan Tempuran Kecamatan Cilamaya Masyarakat pada umumnya memiliki mata pencaharian yang beragam, tetapi banyak yang bekerja sebagai petani.

SEJARAH KARAWANG
Abad ke-17 kerajaan terbesar di Pulau Jawa adalah Mataram dengan rajanya yang terkenal yaitu Sultan Agung Hanyokrokusumo, Sultan Agung adalah seorang raja yang tidak menginginkan wilayah Nusantara dikuasai atau dijajah oleh bangsa asing dan ingin mempersatukan Nusantara dibawah satu kekuasaan bangsa sendiri.

Pada abad ke-17 VOC sudah menanamkan kekuasaannya di Batavia oleh karena itu Sultan Agung berupaya mengusir VOC dari bumi Nusantara dengan jalan menyerang Batavia, tetapi pada waktu itu para raja di wilayah Nusantara belum ada persatuan dan kesatuan untuk menghadapi musuh dari luar, masing-masing berjuang sendiri bahkan ada sebagian yang memihak penjajah.

Hal ini disebabkan adanya politik Devide Et Impera dari penjajah sehingga Sultan Agung bukan saja harus berhadapan dengan serdadu VOC tetapi juga harus menghadapi tentara dari kerajaan Banten. Sebagai daerah atau tempat untuk menyerang VOC di Batavia, Karawang pada waktu itu dikuasasi oleh para prajurit Mataram dijadikan sebagai basis atau pangkal perjuangan. Sultan Agung memerintahkan Rangga Gede untuk :
  •  Mempersiapkan bala tentara/membenahi prajurit
  •  Mempersiapakan logistik dengan jalan menjadikan daerah Karawang menjadi
lumbung padi.
Tanggal 14 September 1633 Masehi, bertepatan dengan Tanggal 10 Maulud 143 Hijriyah. Raja Mataram, Sultan Agung melantik Singaperbangsa sebagai Bupati Karawang pertama, sehingga secara tradisi setiap tanggal 10 Mualud diperingati sebagai Hari Jadi Kabupaten Karawang.

Pada zaman revolusi kemerdekaan Republik Indonesia, Karawang merupakan salah satu daerah yang menjadi kancah perjuangan melawan penjajah Belanda, seperti yang dilukiskan dalam sajak Chairil Anwar berjudul " Karawang Bekasi".

Menjelang Proklamasi Kemerdakaan Bung Karno dan Bung Hatta bersama para pemuda militan mempersiapkan diri di Rengasdengklok tepatnya di Kampung Bojong Kecamatan Rengasdengklok, Proklamator Sukarno - Hatta menyusun naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia tahun 1945.

Peristiwa penting ini merupakan bukti otentik bahwa Kabupaten Karawang memiliki nilai HISTORIS yang besar peranannya bagi kejayaan Nusa dan Bangsa sehingga tidak berlebihan kiranya Karawang diberi julukan sebagai daerah pangkal perjuangan, maka di tempat-tempat tersebut dibangun tugu kesepakatan kebulatan tekad untuk memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia. Hal ini tentunya mendorong semua pihak untuk berperan serta dalam melaksanakan pembangunan dengan lebih giat lagi.

Pelat Kuning Kandang Sapi Gede mengawali berdirinya Kab. Karawang
Karawang berdiri sejak dikeluarkannya piagam Pelat Kuning Kandang Sapi Gede oleh Sultan Agung kepada Raden Singaperbangsa dan Raden Wirasaba, 3,8 abad lampau. Saat itu, wilayah Karawang sangat luas, meliputi Bekasi, Subang, Purwakarta.

Memasuki sejarah perjalanan Kabupaten Karawang, kita awali dengan kedatangan seorang Hafidz Qur’an dari Champa sekitar abad ke XV masehi yang bernama Syech Hasanudin bin Yusuf Idofi, atau yang terkenal dengan julukannya, Syech Quro. Ia mendirikan paguron-paguron Islam di Karawang, tepatnya di kampung Pulobata desa Pulokalapa, kecamatan Lemahabang-Wadas. Sejak penyebaran agama yang diwahyukan Allah SWT kepada Rasulullah SAW itulah, kemudian agama Islam menyebar di seantero jagat oleh para waliullah yang terkenal dengan sebutan wali Sanga.

Pada masa penyebaran agama Islam di Karawang, komplek pemakaman Syech Quro masih merupakan hutan belantara dan rawa-rawa. Hal ini bisa kita duga apabila menelaah asal kata Karawang berasal dari bahasa sunda Ka-Rawa-an yang artinya tempat penuh rawa. Nama tersebut sesuai dengan keadaan geografis Kabupaten Karawang yang berawa-rawa. Bukti yang memperkuat pendapat tersebut yakni dengan banyaknya nama-nama daerah di Kabupaten Karawang yang diawali dengan kata Rawa seperti; Rawasari, Rawagempol, Rawa sikut, Rawa Gede, Rawa Merta, Rawa Gabus dan rawa-rawa lainnya.

Namun, menurut sumber lain pada buku-buku Portugis (tahun 1512 dan 1522) menyebutkan, nama Karawang diambil dari bahasa Portugis “Caravan”. Istilah ini diberikan bangsa Portugis karena apabila orang-orang yang bepergian akan melawati daerah rawan, untuk keamanan mereka pergi berkafilah-kafilah dengan menggunakan hewan seperti Kuda, Sapi, Kerbau atau Keledai. Demikian pula halnya yang terjadi pada jaman dahulu, kesatuan-kesatuan kafilah yang dalam bahasa Portugis disebut “Caravan” membuat pelabuhan-pelabuhan di sekitar muara sungai Citarum yang menjorok ke pedalaman Karawang. Sehingga disebut dengan “Caravan” yang kemudian berubah menjadi Karawang. Dalam sumber pada buku-buku Portugis (tahun 1512 dan 1522) tadi, Karawang memang terletak di sekitar Sungai Citarum. Memang pada masa itu, keberadaan Karawang dikenal sebagai jalu Lalu Lintas yang sangat penting untuk menghubungkan Kerajaan Pakuan Padjajaran dengan Kerajaan Galuh Pakuan yang berpusat di daerah Ciamis.

Hal diatas ada kaitannya dengan yang dijelaskan Tendam. Menurut Tendam”…dari Pakuan Padjajaran ada sebuah jalan yang dapat melalui Cileungsi atau Cibarusah, Warung Gede, Tanjung Pura, Karawang, Cikao, Purwakarta, Sagalaherang terus ke Sumedang, Tomo, Sindang Kasih, Raja Galuh, Talaga, Kawali dan akhirya berpusat di kerajaan Galuh Pakuan di Ciamis dan Bojong Galuh. Luas wlayah kabupaten Karawang saat itu, tidak sama dengan luas wilayah Kabupaten Karawang pada masa sekarang. Pada masa itu, luas wilayah Kabupaten Karawang meliputi Bekasi, Subang, Purwakarta dan Karawang sendiri.

Perang Mataram – Banten
Kerajaan Padjajaran runtuh pada tahun 1579 M. Pada tahun 1570 M kerajaan Sumedang Larang berdiri sebagai penerus kerajaan Padjajaran dengan rajanya yang bernama Prabu Geusan Ulun, putra pasangan Ratu Pucuk Umum (disebet juga Pengeran istri) deingan Pangeran Santri keturunan Sunan Gunung Jati dari Cirebon. Kerajaan Ilam Sumedang Larang, pusat pemerintahannya berada di Dayeuh Luhur membawahi Sumedang, Galuh, Limbangan, Sukakerta dan Karawang. Prabu Geusan Ulun wafat pada tahun 1608, dan digantikan oleh putranya Rangga Gempol Kusumahdinata, putra Prabu Geusan Ulun dari istrinya Haris maya keturunan madura.

Pada masa itu di Jawa Tengah telah berdiri kerajaan Mataram dengan rajanya Sultan Agung (1613-1345) yang bercita-cita ingin menguasai Pulau Jawa dan mengusir Kompeni (Belanda) dari Batavia.

Demi menjaga keselamatan wilayah kekuasaan Mataram di daerah Barat, pada tahun 1628 dan 1629, Sultan Agung melakukan penyerangan terhadap VOC (Belanda) di Batavia. Namun gagal sehubungan situasi medan yang sangat berat dan berjangkitnya penyakit Malaria serta karena kurangnya kebutuhan logistik.

Dengan kegagalan tersebut, Sultan Agung mencari strategi penyerangan terhadap kompeni dan menunjuk Karawang sebagai pusat logistik yang mempunyai pemerintahan sendiri dibawah kekuasaan Mataram dan dikomandani oleh seorang pemimpin yang cakap dan ahli perang serta mampu menggerakkan masyarakat untuk membangun pesawahan guna mendukung pengadaan
Logistik dalam persiapan melakukan penyeragan kembali terhadap VOC (Belanda) di Batavia.

Tahun 1632, Sultan Agung mengutus Wiraperbangsa Sari Galuh untuk membawa 1000 prajurit beserta keluarganya ke Karawang. Tujuan pasukan yang dipimpin oleh Wiraperbangsa adalah selain membebaskan pengaruh Banten di Karawang juga untuk mempersiapkan kebutuhan logistik sebagai bekal melakukan penyerangan kembali terhadap VOC (Belanda) di Batavia.

Tugas yang diemban Wiraperbangsa dapat dilaksanakan dengan baik. Hasilnya bahkan sempat dilaporkan kepada Sultan Agung di Mataram. Atas keberhasilannya, Wiraperbangsa dianugerahi jabatan Wedana (sekarang tingkat Bupati) di Karawang dan mendapat gelar Adipati Kertabumi III serta diberi hadiah senjata berupa sebilah Keris yang bernama “Karo sinjang”.

Setelah penganugerahan dilakukan di Mataram, Wiraperbangsa melanjutkan kembali tugasnya dan melakukan perjalanan ke Karawang. Namun takdir illahi berkata lain. Saat singgah sementara untuk menjenguk keluarganya di Galuh, Wiraperbangsa keburu wafat.

Pelat Kuning Kandang Sapi Gede
Jabatan Wiraperbangsa sebagai Wedana di Karawang kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama Raden Singaperbangsa yang di anugrahi gelar Adipati Kertabumi IV memerintah di Karawang pada tahun 1633-1677. tugas pokok Raden Singaperbangsa di awal kepemimpinannya adalah mengusir VOC (Belanda) di Batavia.

Untuk itu, Raden Singaperbangsa membangun pesawahan untuk kebutuhan logistik semasa perang. Selain itu, Raden Singaperbangsa juga mendapat tambahan 2000 keluarga.

Pembangunan pusat logistik dan pesawahan demi memenuhi kebutuhan logistik perang itu tersurat dalam “Piagam Pelat Kuning Kandang Sapi Gede” yang bunyinya adalah sebagai berikut; “panget ingkang Piagam Kanjeng ing Ki Rangga Gede ing Sumedang kagadehaken ing si Astrawardana. Mulane sun gdehi peagem, sun kongkon anggraksa kaagengan dalem siti Nagara Agung, kilen waten Cipamingkis, wetan wates Cilamaya, serta kon anunggoni lumbung isina Pun Pari Limang tkes punjul tiga welas jait. Basakala tan anggrawahani piagem, lagi lampahipan Kyai Yudha-bangsa kaping kalih ki wangsa Taruna, ingkang potusan Kanjeng Dalem Ambakta tata titi yang kalih ewu, Wadana nipun Kyai Singaperbangsa, kalih ki Wirasaba kang dipunwadanahakeun ing manir. Sasangpun katampi dipunrenahakeun Waringinpitu lan ing Tanjungpura, anggraksa siti NagaraGung Bongan Kilen, kala nulis piagem ing dina rebo tanggal ping sapuluh sasi Mulud tahun alif. Kang anulis piagem manira anggaprana titi”.

Terjemahan isi piagam tersebut didalam bahasa Indonesia adalah; “Peringatan piagam Raja kepada Ki Ranggagede di Sumedang diserahkan kepada Si Astrawardana. Sebabnya maka saya serahi piagam, ialah karena saya berikan tugas menjaga tanah negara agung di sebelah timur berbatas Cilamaya, serta saya tugaskan menunggu lumbung berisi Padi lima takes lebih tiga welas jahit. Adapun padai tersebut diterima oleh Ki Singaperbangsa, baskalatan yang menyaksikan piagam dan kedua Ki Wangsataruna yang diutus oleh Raja untuk pergi dengan membawa 2000 keluarga. Pimpinannya adalah Kyai Singaperbangsa serta Ki Wirasaba. Sesudah piagam diterima, kemudian mereka ditempatkan di Waringinpitu dan di Tanjungpura. Tugasnya adalah menjaga tanah nagara agung di sebelah barat. Piagam ini ditulis pada hari Rabu tanggal 10 bulan Mulud tahun Alif. Yang menulis piagam ini ialah saya, Anggaprana. Selesai”.

Demikian isi ‘Piagam Pelat Kuningan Kandang Sapi Gede’ yang dibuat pada tanggal 10 bulan Mulud tahun Alif atau hari Rabu tanggal 10 Rabi’ul awal tahun 1043 hijriah, yang bertempatan dengan tanggal 14 September 1633 Masehi dan pada hitungan tahun Jawa/Saka adalah hari Rabu tanggal 10 Mulud 1555.

Tanggal yang tercantum dalam isi Piagam Pelat Kuningan Kandang Sapi Gede kemudian dijadikan sebagai “Hari Jadi Kabupaten Karawang”. Penetapan tanggal itu berdasarkan hasil penelitian panitia sejarah yang dibentuk dengan surat Keputusan Bupati Kepala daerah Tingkat II Karawang, Letkol (inf) H. Husni Hamid dengan SK-nya nomor 170/PEM/H?SK/1968 pada tanggal 1 Juni 1968. adapun bukti hasil penelitian dan pengkajian itu terdapat dalam tulisan para pakar sejarah yakni; Dr. Brenes dalam “Tyds Taal Land en Volkenkude’ XXVIII halaman 352, 355 yang menetapkan tahun 1633 sebagai tahun jadinya Karawang.

Ada juga tulisan ilmuwan Dr. R. Asikin Wijayakusumah dalam “tyds Taalland en volkenkunde’ XXVIII 1937 afl. 2, halaman 188-200 Tyds Batavisch Genot schap DI. 77, 1937 halaman 178-2005 yang menetapkan tahun 1633 sebagai tahun jadi Karawang.

Begitu pula tertulis pada batu nisan makam Penembahan Kyai Singaperbangsa di Manggung Ciparage desa Manggungjaya Kecamatan Cilamaya yang bertuliskan angka 1633-1677 dalam huruf latin dan tulisan Mas Sutakarya berjudul babd Karawang yang menetapkan tahun 1633 sebagai tahun jadi Karawang.

SEJARAH KARAWANG YANG TERTULIS DI MUSIUM PERJUANGAN INDONESIA
Pada zaman Kerajaan Padjadjaran yang dipimpin oleh Sri Baduga Maha Raja, Karawang merupakan salah satukota dari Pajajaran yang merupakan kota Pelabuhan di tepi Sungai Citarum. Bupati Pertama adalah Adipati Kertabumi IV yang dikenal Singaperbangsa yang secara turun temurun menjabat Bupati Karawang, pernah menjadi sebagai bagian dari wilayah kekuasaan kerajaan Mataram dan pemerintah Hindia Belanda sampai datangnya kekuasaan Inggris. Pada masa Pemerintahan Inggris (tahun 1811-1816)

Kabupaten Karawang dihapuskan dan baru dihidupkan kembali sekitar tahun 1820 dan Bupati pertamanya R.A.A. Surianata. Sejarah kedudukan Ibu Kota Kabupaten Karawang adalah :
  •  Kabupaten Karawang dengan Ibu Kotanya di Karawang dari tahun 1653-1819 (166) tahun.
  •  Kabupaten Karawang Ibukotanya di Wanayasa dari sekitar tahun 1820-1830 (10) tahun.
  •  Kabupaten Karawang dengan Ibukotanya di Purwakarta dari tahun 1830-1449
  •  Melalui keputusan Wali Negara Pasundan tanggal 29 Januari 1949 Nomor 12
           Kabupaten Karawang dipecah menjadi 2 yaitu Karawang Barat dengan Ibu Kota
           Karawang dan Karawang Timur menjadi Kabupaten Purwakarta dengan Ibu kota
  • di Subang. Dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah Kabupaten dalam lingkungan Propinsi Jawa Barat tahun
1950. Karawang secara resmi dinyatakan sebagai Kabupaten yang berdiri
sendiri dengan Ibukota di Karawang.

Saat ini Kabupaten Karawang dibagi atas 3 Kewedanaan, 12 Kecamatan dan 112 Desa dan ditetapkan bahwa Kabupaten Karawang didirikan pada tahun 1633 Masehi.

Kabupaten Karawang menyimpan banyak catatan sejarah. Rengasdengklok merupakan tempat dimana Soekarno-Hatta dibawa oleh para Pemuda Indonesia untuk secepatnya merumuskan proklamasi kemerdekaan Indonesia sehari sebelum Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tepatnya pada tanggal 16 Agustus 1945. Kota Karawang juga menjadi inspirasi sastrawan Chairil Anwar menulis karya Antara Karawang-Bekasi.

Kecamatan Rengasdengklok adalah daerah pertama milik Republik Indonesia, yang telah berani mengibarkan bendera Merah Putih sebelum Proklamasi kemerdekaan Indonesia oleh karena itu selain dikenal dengan sebutan Kota Lumbung Padi Karawang juga sering disebut sebagai Kota Pangkal Perjuangan. Di Rengasdengklok didirikan sebuah monumen yang dibangun oleh masyarakat sekitar, kemudian pada masa pemerintahan Megawati didirikan Tugu Kebulatan Tekad untuk mengenang sejarah Republik Indonesia.

Sebelumnya Karawang memiliki 3 sebutan, sebagian menyebutkan Kerawang adapula yang menyebut Krawang dan terakhir dengan nama Karawang dalam buku miracle sight west java yang diterbitkan oleh Provinsi Jawa Barat dan buku Sejarah Karawang yang ditulis oleh R. Tjetjep Soepriadi disebutkan asal muasal kata tersebut, pertama berasal dari kata 'Karawaan' yang mengandung arti bahwa daerah ini banyak terdapat rawa, hal ini dibuktikan dengan banyaknya daerah yang mengunakan kata rawa di depannya seperti, Rawa Gabus, Rawa Monyet, Rawa Merta dan lain-lain. selain itu berasal dari kata Kera dan Uang yang mengandung arti bahwa daerah ini dulunya merupakan habitat binatang sejenis monyet yang kemudian berubah menjadi kota yang menghasilkan uang, serta istilah lain yang berasal dari Belanda seperti Caravan dan lainnya.

Administratif. Kabupaten Karawang terdiri atas 30 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Karawang.

Potensi.
Di Kabupaten Karawang berdiri beberapa Kawasan Industri, antara lain Karawang International Industry City KIIC, Kawasan Surya Cipta, kawasan Bukit Indah City atau BIC di jalur Cikampek(Karawang)
Di bidang pertanian, Karawang terkenal sebagai lumbung padi Jawa Barat.
Karawang adalah tuan rumah PORPROV Jabar X tahun 2006.

Transportasi. Ibukota kabupaten Karawang berada di jalur pantura. Kabupaten Karawang dilintasi ruas jalan tol Jakarta-Cikampek(Karawang) serta Cipularang (Cikampek(Karawang)-Purwakarta-Padalarang). Cikampek merupakan kecamatan yang berada di bagian timur Kabupaten Karawang. Di Cikampek terdapat stasiun kereta api yang merupakan pertemuan dua jalur utama dari Bandung dan dari Cirebon menuju Jakarta.
by. 2002 01 43 1 011

09.19 | Posted in , | Read More »

Bendungan Walahar Karawang

01.44 | Posted in | Read More »

Warisan sejarah Candi Jiwa di Batu Jaya Karawang

01.30 | Posted in | Read More »

Merah Putih

01.29 | Posted in | Read More »

Rumah sejarah di Rengasdengklok Tempat Penulisan Teks proklamasi

01.28 | Posted in | Read More »

Blog Archive

Recently Commented

Recently Added